PARTISIPASI DISABILITAS DIBAWAH 50%, PKPU 10 TAHUN 2018, PASAL TENTANG DISABILITAS PERLU DI PERTAJAM

Jakarta, kpu-salatiga.go.id – hari kedua tanggal 13 September 2019, dalam kelompok yang membàhas tentang revisi PKPU No.10 Tahun 2018 tentang Sosialisasi, menemukan beberapa pasal yang perlu ditinjau ulang. Pasal 5, 9 dan 15 yang membahas tentang “disabilitas” perlu mendapatkan porsi yang lebih dan pembahasan lagi. Karena terkait dengan metode dàn ruang lingkup sasaran perlu dipertajam lagi dan lebih mendetail.
Hal ini bukan tanpa dasar, karena berkaitan dengan partisipasi disabilitas masih sangat rendah baik ditingkat Kota ataupun secara Nasional. Secara Nasional partisipasi disabilitas hamya 54%, begitu juga dimasing masing Kabupaten/Kota rata-rata dibawah 50%.
Berdasarkan riset dari Universitas Diponegoro terkait partisipasi disabilitas ini, ternyata ada beberapa kondisi yang menyebabkan partisipasinya rendah. Pertama adalah lemahnya akses terkait dengan kepemiluan oleh disabilitas. Kedua adalah lemahnya literasi oleh pemilih disabilitas. Hal tersebut perlunya pembahasan mendalam didalam PKPU terkait dengan sosialisasi terhadap pemilih disabilitas ini.
Kelompok ini juga merekomendasikan tentang relawan demokrasi yang mensikronkan antara jumlah basis. Dalam PKPU tersebut diatur 11 basis pemilih namun dalam juknis hanya ada 10 basis. Hal ini karena basis relawan demokrasi masuk didalamnya. Selain itu perlu memperjelas tentang sasaran pendidikan pemilih sasaran pengawas. Perlu penjelasan lebih apa yang dimaksud pengawas disini atau bisa dihilangkan saja.
Bahasa basis pemilih “kebutuhan khusus” bisa dirubah menjadi Basis Pemilih “kondisi khusus” atau “situasi khusus”. Karena kalau memakai bahasa basis berkebutuhan khusus banyak pemahaman yang mengarah kepada disabilitas
Kelompok B membahas peningkatan partisipasi rendah, sebagai contoh daerah Singkawang yang sebagai daerah termasuk partisipasi rendah. Masalahnya adalah perantau dan terkendala bahasa daerah yang susah dipahami. Ada juga daerah di Kalimantan Barat yang terkendala dengan sarana dan prasarana terkait dengan terbatasnya jaringan listrik dan teknologi. Selanjutnya tidak adanya anggaran di PPK dan PPS sehingga berkendala dalam sosialisasi. Pindah memiih yang regulasinya sulit juga menjadi kendala bagi pemilih pindahan dalam mengurus untuk pindah memilih.
Kelompok C, membahas tentang fasilitasi kampanye 2019. Dari desain APK yang ditetapkan, ukuran baliho direkomendasikan diperkecil. Kontenya di PKPU bukan hanya ada foto pengurus saja tapi juga boleh menampilkan caleg. Banyak protes di internal partai, terkait konten yang hanya menampilkan pengurus partai ini. Biaya pemasangan APK dan pemeliharaanya agar di fasilitasi KPU serta zona pemasangan diatur di PKPU. Pemasangan Billboad yang berbayar menyesuaikan dengan zona yang telah ditentukan. Iklan ditambah waktunya, sehingga tidak banyak yang mencuri start jadwal kampanye.
Kelompok D, membahasan tentang badan Ad Hoc, rekomendasinya antara lain adalah : menghilangkan periodisasi untuk KPPS, batasan umur minimal dan maksimal, asuransi dan peningkatan honor.
Kelompok E, membahas tentang rekrutment anggota komisioner KPU Propinsi dan Kabupaten/ Kota, timsel dan komisioner harus transparan yang berasal dari kalangan akademisi dan profesional. Deadline perekrutan yang tidak proporsional dengan jadwal tahapan menjadikan problematika antara proses perekrutan dan tahapan. Saat menghadapi tahapan bersamaan dengan perekrutan yang menyebabkan proses transisi. Salah satu rekomendasinya lagi adalah Pendidikan minimal S1 untuk komisioner KPU tingkat Propinsi dan Kabupaten/ Kota.
Tanggal : 12-14 Sep 2019.
Penulis : Div Sosialisasi, parmas dan SDM KPU Kota Salatiga.